Jumat, 01 April 2011

BELAJAR DALAM TINJAUAN PSIKOLOGI PERILAKU


I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan suatu kata yang berasal dari kata dasar “ajar” yang memiliki makna petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui. Adapun pengertian belajar sendiri memiliki 3 makna, yaitu : 1) Berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. 2) Berlatih. 3) Berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.[1]
Tinjauan mengandung makna 1) Hasil meninjau; pandangan; pendapat (sesudah menyelidiki, mempelajari, dsb) 2) Perbuatan meninjau.
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Sesuai dengan sedikit pengertian di atas, maka dapat diketahui, bahwasanya dalam makalah ini nantinya akan membahas tentang  bagaimana proses belajar itu (Berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman) jika ditinjau dari segi psikologi perilaku (behavioristik).


II
BELAJAR DALAM TINJAUAN
PSIKOLOGI PERILAKU
2.1. Belajar Dalam Tinjauan Psikologi Perilaku
Diantara hal yang merupakan masalah penting bagi peserta didik diantaranya adalah perilaku (behavior). Sesuai dengan pengertian bahwa peserta didik adalah proses pendewasaan (dari ketidak dewasaan menjadi dewasa), maka perilaku peserta didik agar dapat menguasai dan memahami sesuatu merupakan salah satu upaya peserta didik dalam pengertian tersebut di atas. Salah satu fungsi psikologi pendidikan adalah dasar perilaku manusia. Pendidikan berupaya mengembangkan perilaku kehidupan yang baik.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikanguru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Belajar menurut aliran tingkah laku adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons. Berikut akan diuraikan pendapat para ahli dalam aliran ini
2.1.1 Thorndike
Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan atau gerakan). Tegasnya, perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati) maupun nonkonkret (tidak dapat diamati).
Hal ini ia dasarkan pada penelitian dengan ekperimen membuat agar setiap binatang lepas dari kurungannya sampai ke tempat makanan. Dalam hal ini, apabila binatang terkurung, maka binatang itu sering melakukan bermacam-macamkelakuan, seperti menggigit,menggosok-gosokkan badannya, dan lain sebaginya. Pada akhirnya, binatang tersebut akan menemukan (tersandung) pada palang pintu dan bisa keluar dari kurungan tersebut.
2.1.2 Watson
Menurutnya, stimulus dan respons harus berbentuk tingkah laku yang dapat di amamati (observable). Bukan berarti semua perubahan mental yang terjadi dalam benak siswa tidak penting. Semua itu penting, akan tetapi faktor-faktor tersebut tidak bisa menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum. Hanya dengan asumsi demikianlah menurutnya, dapat diramalkan perubahan apa yang bakal terjadi pada para siswa. Hanya dengan demikian pulalah psikologi dan ilmu tentang belajar dapat disejajarkan dengan ilmu-ilmu yang lain (eksak). Berdasarkan uraian ini aliran behavioristik lebih suka memilih untuk tidak memikirkan hal-hal yang tidak bisa diukur, meskipun mereka tetap mengakui bahwa semua itu penting.
2.1.3 Clark Hull
Menurutnya, tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena itu, menurut teorinya, kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Menurutnya, kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan (drive) seperti lapar, haus,tidur, hilangnya rasa nyeri, dan sebagainya. Stimulus hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis ini, meskipun respons mungkin bermacam-macam.
2.1.4 Edwin Guthrie
Ia memandang bahwa belajar merupakan kaitan asosiatif antara stimulus tertentu dan respons tertentu. Menurutnya, hubungan antara stimulus dengan respons merupakan faktor kritis dalam belajar. Oleh karena itu, diperlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan menjadi lebih langgeng. Selain itu, respons akan lebih kuat jika respons tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus.
Ghutrie juga berpendapat bahwa hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar.menurutnya, suatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah kebiasaan seseorang.
2.1.5 Skinner
Dia berpendapat bahwa untuk memahami tingkah laku siswa secara tuntas, diperlukan pemahaman terhadap respons itu sendiri, dan berbagai konsekuensinya. Yang diakibatkan oleh respons tersebut. Ia juga menjelaskan bahwa menggunakan perubahan-perubahan sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan membuat segala sesuatunya menjadi bertambah rumit, sebab alat itu akhirnya harus dijelaskan lagi.

2.2 Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek.
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama;
Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.

2.3. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.


III
PENUTUP

Belajar ditinjau dari Psikologi perilaku adalah jika pembelajaran bersumber dari pengalaman (empirik) sehingga diperlukan percobaan untuk mendapatkan pengetahuan tersebut. Aliran ini menekankan betapa pentingnya pengalaman yang didapat dari siswa sebagai hasil dari proses pembelajaran. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.
Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut


DAFTAR PUSTAKA

B, Uno Hamzah. 2008. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Depdikbud. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Djaali. H. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Shaleh, Abdul Rahman N. 2008. Psikologi. Jakarta: Prenada Media Group
Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan, Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta


[1] Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta; Balai Pustaka, 2001

 tempatmakalah.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DI TEMPAT MAKALAH. KAMI SELALU BERUSAHA UNTUK MENYEDIAKAN SEMUA MAKALAH YANG ANDA BUTUHKAN. JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR ANDA !!!